Reaksi yang paling
umum terjadi pada senyawa aromatik adalah substitusi atom atau gugus lain
terhadap hydrogen pada cincin (Hart,1990:98). Benzena dan sistem aromatik lainnya
adalah pusat kerapatan elektron
tinggi dan mudah diserang
oleh spesies yang positif (elektrofil), dan umumnya bukan oleh yang negatif (nukleofil) (Griffin,1969).
Dalam reaksi
monosubstitusi, digunaan asam lewis sebagai katalis. Asam lewis bereaksi dengan
ragensia (seperti X2 atau HNO3) untuk menghasilkan suatu
elektrofil, yang merupakan zat pensubstitusi yang sebenarnya
(Fessenden.1982:467). Serangan awal pada benzena dilakukan oleh pereaksi
elektrofilik. Contohnya adalah klorinasi, tanpa katalis, reaksi benzena dengan
klor sangat lambat, tetapi sngat cepat jika ada bantuan katalis. Katalis
bertindak sebagai asam lewis dan mengubah klor dari elektrofil lemah menjadi
elektofil kuat dengan mempolarkan ikatan Cl-Cl dan menjadikan ion kloronium
positif (Hart, 1990).
Tahap pertama
elektrofil beradisi pada cincin aromatik dengan menggunakan dua electron dari awan aromatic dan membentuk sebuah
ikatan sigma dengan salah satu atom karbon cincin, dan menghasilkan suatu macam
karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut suatu ion
benzenonium. Ion yang terbentuk pada tahap ini merupakan tahap antara.
Tahap kedua, ion
benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah hydrogen dibuang dari
dalam zat antara (misalnya ditarik oleh ion yang sebelumnya berikatan dengan E+)
untuk menghasilkan produk substitusi. Dalam berbagai macam reaksi substitusi
aromatik elektrofilik ternyata mekanismenya hanyalah sekedar variasi mekanisme
umum ini. Berikut ini adalah beberapa reaksi umum substitusi aromatic
elektrofilik :
Mekanisme reaksi
Tahap pertama dari mekanisme reaksi ini merupakan
adisi suatu elektrofil E+ yang kompleks bereaksi
dengan pasangan elektron dari cincin aromatik.
Hal ini biasanya membutuhkan katalis
oleh asam Lewis. Tahap ini mengarah pada pembentukan karbokation
sikloheksadienil yang dikenal sebagai zat
antara Wheland[1]
(atau kompleks σ, disebut pula
sebagai ion arenium).
Karbokation ini tidak stabil, karena sesuai dengan baik kehadiran muatan pada molekul
dan kehilangan aromatisitas. Namun demikian distabilkan dengan mesomerisme:
muatan sebenarnya terdelokalisasi di beberapa atom
dari cincin aromatik. Selama tahap kedua, atom hidrogen yang terikat pada
cincin telah teradisi pada sisi elektrofilik sebagai ion H+.
Pasangan elektron yang digunakan untuk ikatan
C-H lalu memungkinkan sistem untuk
memulihkan aromatisitas nya.
Efek
gugus subtituen
Baik regioselektivitas
dan kecepatan dari suatu
substitusi elektrofilik aromatik dipengaruhi oleh substituen
yang telah menempel pada cincin benzena. Dalam hal regioselektivitas, beberapa
gugus mengarahkan substitusi pada posisi orto atau para,
sementara gugus lainnya meningkatkan substitusi pada posisi meta. Gugus-gugus
tersebut dikenal sebagai pengarah
orto–para atau pengarah meta.
Sebagai tambahan, beberapa gugus akan meningkatkan laju reaksi (pengaktivasi) sementara yang lain akan
menurunkan laju tersebut (pendeaktivasi).
Sementara pola regioselecktivitas dapat dijelaskan dengan struktur resonansi,
pengaruh pada kinetika dapat dijelaskan
baik menggunakan struktur resonansi
serta efek induktif.
Substituen secara umum dapat dibagi menjadi dua
kelas bergantung pada substitusi elektrofilik: mengaktivasi dan mendeaktivasi
ke arah cincin aromatik. Substituen
pengaktivasi atau gugus pengaktivasi
menstabilkan zat antara kationik yang terbentuk saat
substitusi dengan menyumbangkan elektron ke dalam sistem cincin, baik oleh efek
induktif atau efek resonansi. Contoh cincin aromatik teraktivasi adalah toluena,
anilina
dan fenol.
Kerapatan
elektron
tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh substituen tersebut tidak
didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi terkonsentrasi pada atom
2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Posisi ini karena itu paling reaktif
terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron
tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada
reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik
antara substituen dan elektrofil.
Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit
untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan
menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
Di samping itu, substituen pendeaktivasi
mendestabilisasi kation zat antara dan dengan demikian menurunkan laju reaksi.
Mereka melakukannya dengan menarik kerapatan elektron dari cincin aromatik,
meskipun posisi yang paling terpengaruh adalah kembali pada orto dan para. Hal
ini berarti bahwa posisi yang paling reaktif (atau, kurang tidak reaktif)
adalah posisi meta (atom 3 dan 5). Contoh cincin aromatik terdeaktivasi adalah nitrobenzena
dan benzaldehida.
Deaktivasi sistem aromatik ini juga berarti bahwa
kondisi umum yang lebih keras dibutuhkan untuk menggerakkan reaksi hingga
selesai. Contoh dari ini adalah nitrasi
dari toluena selama memproduksi trinitrotoluena
(TNT). Pada nitrasi pertama, dalam cincin toluena teraktivasi, dapat dilakukan
pada suhu kamar dan dengan
asam encer, yang kedua, pada cincin nitrotoluena terdeaktivasi, sudah
membutuhkan pemanasan berkepanjangan dan asam lebih pekat, dan yang ketiga,
pada dinitrotoluena yang sangat terdeaktivasi, harus dilakukan dalam asam
sulfat pekat mendidih.
Gugus yang terdapat dalam senyawa awal
tersubstitusi secara kuat mempengaruhi reaktivitasnya. Gugus ini
diklasifikasikan ke dalam dua kategori: gugus pengaktivasi dan gugus
pendeaktivasi. Senyawa aromatik tersubstitusi dengan gugus pengaktivasi
karenanya "lebih reaktif" dari senyawa aromatik
tak tersubstitusi. Sebaliknya, senyawa aromatik tersubstitusi oleh suatu gugus
pendeaktivasi sangat "kurang reaktif". Aturan-aturan ini dinyatakan
oleh kimiawan Holleman
pada tahun 1910,
dan aturan ini dikenal sebagai Aturan
Holleman
Reaktivitas dari suatu senyawa aromatik
tersubstitusi terhadap substitusi elektrofilik aromatik baru karenanya sangat
tergantung pada sifat dari gugus substituen
yang sudah ada. Kereaktifan seluruhnya besar, karena substituen membawa elektron
ke sistem dan menstabilkan muatan positif (efek mesomer donor dan efek induktif
donor). Tabel di bawah ini memberikan beberapa kali lipat reaktivitas (relatif
terhadap benzena, ditetapkan pada 1) dari beberapa benzena tersubstitusi. Fenol
karenanya 1000 kali lebih reaktif dari benzena,
dan nitrobenzena 10.000 kali kurang reaktif darinya.
Kesimpulannya, bahwa gugus
pendonor (pendorong) elektron adalah gugus pengaktivasi (reaktivitas lebih
penting) dan pengarah orto-para, serta gugus penarik elektron mendeaktivasi
serta pengarah-meta. Secara umum, efek yang mengaktivasi atau mendeaktivasi
seluruhnya penting ketika gugus substituen lebih bersifat mendorong atau
menarik elektron. Tabel berikut merincikan efek pada reaktivitas dan
regioselektivitas dari beberapa gugus yang sering digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R.J,
J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Hart, H. 1990. Kimia Organik:
Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
Griffin, JR. Rodger W. 1969. Modern
Organic Chemistry. Tokyo : McGraw-Hill Inc.
Pertanyaan:
Pada gambar diatas kerapatan elektron
tambahan yang diberikan ke dalam cincin oleh substituen tersebut tidak
didistribusikan secara merata di seluruh cincin tapi terkonsentrasi pada atom
2, 4 dan 6 (posisi orto dan para). Mengapa terkonsentrasinya pada posisi
tersebut?
terima kasih atas materinya, menurut saya Posisi ini karena itu paling reaktif terhadap elektrofil miskin-elektron. Kerapatan elektron tertinggi terletak baik pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
BalasHapusterima kasih atas materinya
BalasHapusmenurut saya Kerapatan elektron tertinggi terletak pada posisi orto dan para, meskipun peningkatan pada reaktivitas ini mungkin diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik karenanya mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.
terima kasih atas materinya
BalasHapusmenurut saya pada posisi orto dan para memiliki kerapatan yg besar, meskipun reaktivitas nya diimbangi dengan halangan sterik antara substituen dan elektrofil. Hasil akhir dari substitusi aromatik elektrofilik mungkin akan sulit untuk diprediksi, dan biasanya hanya ditetapkan dengan melakukan reaksi dan menentukan perbandingan substitusi orto terhadap para.